spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

SANGATTA – Pembangunan Tugu Bundaran Masjid Al-Faruq di Sangatta, Kutai Timur, menjadi bahan perbincangan publik. Tugu yang terbuat dari konstruksi baja berwarna merah bata, dihiasi dengan 99 nama Asmaul Husna, menelan anggaran Rp2,5 miliar dari APBD 2023. Namun, desain abstraknya memunculkan beragam tanggapan dari masyarakat.

Sebagian warga mempertanyakan makna dan relevansi bentuk tugu tersebut, bahkan menyamakannya dengan capit kepiting atau helm motor cross.

“Kalau saya pribadi agak susah memaknainya. Tidak dapat referensi maknanya,” ujar Hasna Tarul, warga Bukit Pelangi, kepada Media Kaltim, Jumat (17/1/2025).

Ia menambahkan, “Awalnya saya kira mau dibuat seperti tugu di Bundaran HI Jakarta. Lama-lama bentuknya lebih mirip capit kepiting, meskipun ada tulisan Asmaul Husna.”

Pendapat serupa disampaikan oleh Nooraslina, warga Teluk Lingga, yang menilai tujuan pembangunannya baik, tetapi bentuk desainnya kurang jelas.

“Menurut saya, niatnya bagus sebagai ikon depan masjid, tetapi bentuknya lebih mirip helm motor cross atau helm motor balap. Jadi, untuk menjelaskan ke anak-anak atau orang lain, maknanya harus lebih mudah dipahami,” ujarnya.

Baca Juga:   289 PNS Kutai Timur Terima Penghargaan Satyalancana Karya Satya

Sementara itu, ada pula warga yang baru memahami bentuk tugu tersebut setelah mengamatinya dari berbagai sudut.

“Awalnya, saat melihat di media sosial, saya tidak percaya kalau itu ikon untuk Masjid Al-Faruq yang menyerupai bulan sabit. Karena sekilas tidak tampak seperti bulan sabit, malah lebih mirip helm,” ungkap Marisa.

Namun, ia mengakui, “Setelah melihat dari beberapa sudut dan jarak tertentu, akhirnya terlihat kalau itu memang menyerupai bulan sabit. Tapi harus dari sudut yang tepat.”

Pembangunan tugu ini diharapkan dapat menjadi ikon baru untuk Sangatta. Namun, desainnya yang abstrak telah memicu perdebatan di kalangan masyarakat terkait nilai estetik dan makna simboliknya.

Pewarta: Ramlah
Editor: Agus S.