SANGATTA – Sebuah workshop tentang penyutradaraan dan sinematografi bartajuk “Class with Lumix” yang menjadi bagian dari Rock Art Film Festival (RAFF) 2023 digagas oleh salah satu pegiat perfilman di Sangatta yakni Borneo Film bekerja sama dengan Dinas Pariwisata (Dispar) Kutim, Kelas Sinema dan brand kamera asal Jepang Lumix digelar selama sehari penuh di Ruang Damar Gedung Serbaguna (GSG) Bukit Pelangi, Senin (4/12/2023) kemarin. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kabid Ekonomi Kreatif (Ekraf) Dispar Kutim Ahmad Rifani mewakili Kepala Dispar Kutim Nurullah didampingi Direktur RAFF Rakhmad Maulana Ramadhan bersama dua narasumber yakni sinematografer Benny Kadarhariarto dan Sutradara Film Wahyu Agung Prasetyo.
Dalam sambutannya membuka kegiatan workshop, Kabid Ekraf Dispar Kutim Ahmad Rifani menegaskan jika dalam kegiatan ini tujuannya untuk lebih banyak menggali potensi karya film dan daerah, apalagi film masuk dalam 17 subsektor ekraf.
“Karena memang dimulai tahun 2023 ini Dispar Kutim memiliki tambahan bidang ekraf sehingga terus mendukung kegiatan bertema ekraf. Untuk itu, golnya Kutim harus punya SDM profesional di bidang perfilman khususnya lokal,” bebernya.
Lanjutnya, pelatihan yang telah digelar sejak bulan Oktober 2023 lalu ini akan berakhir pada bulan Desember 2023 ini ditandai dengan penganugerahan film award. Dimana para peserta telah dilatih baik secara praktik maupun teori agar dapat memproduksi satu film lokal. Nantinya bagi karya film terbaik saat ada ajang kompetisi di tingkat Provinsi Kaltim atau bahkan nasional, maka akan mewakili Kutim.
“Membawa Kutim ke kancah nasional, sehingga ada film yang mewakili ciri khas lokal,” tegasnya.
Lebih jauh, ia meminta kepada para peserta agar unsur-unsur lokal di dalam film tersebut bisa muncul.
“Sebenarnya di Kutim itu sudah banyak yang membuatnya secara individu, seperti budaya atau saat berkunjung, tetapi butuh wadah agar dapat dibuat lebih menarik. Saya harap ada lahir karya film daerah misalkan saja ada yang mempunyai ide membuat film tentang Teluk Lombok, Karst Sangkulirang hingga Hutan Adat Wehea hingga sejarah-sejarah potensi Kutim lainnya,” tegasnya optimis.
Senada, Direktur RAFF Rakhmad Maulana Ramadhan menegaskan jika kegiatan ini memang difokuskan untuk mengubah mindset bahwa film hanya bisa dibuat di Jakarta ataupun kota besar lainnya. Bahwa itu tidak menjadi patokan, di daerah bisa dimunculkan sineas-sineas perfilman yang juga cukup mumpuni dalam berkarya.
“Asal ada kemauan dan ide semuanya bisa jalan. Ayo perfilman daerah bisa maju, ini soal niat saja. Saya harap dari workshop ini para pegiat film yang berasal dari komunitas, pelajar hingga pelaku pariwisata bisa satu mindset mengubah pola pikir, yuk Kutim Bisa membuat film yang mempunyai cita rasa seni dan estetik, makanya kami langsung mengundang 2 narasumber yang berkompeten di bidangnya yakni sinematografer kawakan asal Bandung Benny Kadarhariarto yang sudah malang melintang menjadi juri ataupun kurator di perfilman festival dan Sutradara Film Wahyu Agung Prasetyo asal Yogyakarta dengan film pendeknya yang fonemenal berjudul “Tilik”,” tegasnya.
Ditambahkan Alan sapaan akrabnya, tentunya kegiatan ini tidak hanya sampai di sini. Nantinya akan dilanjutkan secara berkelanjutan.
“Setelah mendapatkan materi pemahaman workshop, ke depan kita akan geliatkan screening dengan mengadakan nonton bareng (nobar) pakai layar tancap di kecamatan-kecamatan di Kutim. Kita ingin ada industri perfilman pelan-pelan muncul dan tentunya dinikmati oleh masyarakat dengan film yang mengedukasi dan menghibur,” urainya.
Sekadar catatan, Rabu (6/12/2023) besok akan digelar kegiatan talk show dan malam awarding RAFF 2023 yang digelar di Ruang Akasia GSG Bukit Pelangi. Dari catatan panitia, sebanyak 59 karya film sudah masuk di meja panitia RAFF yang tidak hanya berasal dari Kutim tapi ada dari Jawa dan Sumatera.(Rkt)