SANGATTA – Ada beberapa usulan dari masyarakat terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang HIV/AIDS. Salah satunya meminta agar dilakukan sidak ke Tempat Hiburan Malam (THM).
Hal itu, disampaikan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Novel Tity Paembonan, setelah pihaknya menggelar sosialisasi Raperda HIV/AIDS di Kecamatan Muara Wahau beberapa waktu lalu.
“Itu menjadi bagian penting, termasuk screening, dan kedua itu tadi pendampingan dan sidak atau kunjungan ke THM,” ujarnya.
Novel mengungkapkan, terkadang ini yang membuat dirinya bingung, sebab seperti Dinas Kesehatan mereka kadang tidak mau.
“Misalnya Dinas Kesehatan kadang-kadang kan yang saya sebut tadi, mereka nggak mau, dok kami ini susah karena mereka nggak mau. Jadi serba salah kan,” kata Novel.
Namun, ia mengungkapkan ini perlu kerja sama lintas sektor. Misalnya, pemerintah melalui pihak desa, tokoh masyarakat, pihak kepolisian supaya semua mau mengikuti aturan itu.
Di samping itu, Novel akui bahwa Perda HIV/AIDS sebelumnya memang sudah ada, tetapi itu tidak dijalankan. Oleh karena itu, ia berharap agar Perda yang baru ini yang telah ia buat pemerintah difungsikan dan bertanggung jawab dalam menjalankannya, begitu pun dengan Perangkat Daerah (PD) terkait.
“PD atau dinas terkait saya kira salah satunya adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kita kan selalu dorong untuk apa kita buat perda kalau perda itu juga nggak dijalankan dan diawasi gitu, namun kita harus akui bahwa kita lemah di situ, perda yang kita hasilkan tapi toh tidak dilaksanakan,” ucapnya.
Sementara, ketika bertemu dengan Satpol PP, alasannya dia bilang, bahwa anggarannya terbatas jika ia turun ke lapangan.
“Anggaran kami terbatas kalau kami turun pak apalagi yang begini pasti kami punya risiko,” tuturnya.
Novel sambil memegang kepalanya, berkata, anggaran lagi-anggaran lagi. Padahal pihaknya sudah meminta kepada pemerintah agar diberikan anggaran, supaya mereka bisa turun mengawal perda yang sudah ia buat. Sehingga perda itu juga memberikan manfaat untuk orang banyak.
Disisi lain, setelah pihaknya menyosialisasikan kepada publik, ia akan melakukan rapat internal membahas Raperda itu sembari belajar dari daerah di Indonesia yang pelaksanaannya cukup baik.
Salah satunya itu provinsi Bali, ia merasa bahwa di sana yang sudah jelas-jelas kedatangan tamu luar, warga negara asing. Penanganan dan pencegahan di daerah Bali itu cukup baik, begitupun pelaksanaannya. Angka keterjangkitan HIV itu sangat rendah di sana. Padahal, ada warga negara asing dan warga Indonesia berkumpul bersama. Apalagi dengan gaya hidup seperti itu, tetapi ternyata mereka mampu mengendalikan.
“Nah itu tadi bahwa perda ini memang mereka jalankan, kita mau belajar dari mereka apa yang mereka lakukan sehingga bagus begitu,” imbuhnya.
Acapkali, juga kembali kepada gaya hidup dan ekonomi. Dan Novel berpikir bahwa inilah kiranya pemerintah harus memberikan pendidikan atau pencerahan kesehatan kepada masyarakat, bahwa hal ini mesti benar ditangani dengan baik.
“Sekali lagi berujung kepada yang tadi kalau dalam ilmu kesehatan itu namanya kesehatan reproduksi, jadi ketika wanita umur 17 tahun sudah haid datang bulan itu kan bukan hal yang tabu untuk kita kasih tahu,” katanya.
Ia mengatakan, berikan penjelasan kepada anak-anak bahwa di usia seperti itu, dia sudah sehat, subur. Setelah masuk ke jenjang kuliah, menikah, dan hamil, maka harus mendapatkan anak yang sehat pula. Ketika memberikan penjelasan seperti itu mereka pasti tidak takut dan hal itu bukan lagi tabu baginya.
“Saya kira ada contoh kita belajar dari Kampung Kajang, ketika itu tutup bagaimana dengan nasib Pekerja Seks Komersial (PSK) ini, ada yang pulang kampung mungkin, ada yang mungkin mendirikan, jadi ini kan menjadi bibit yang membahayakan,” tegasnya.
Sekali lagi Novel, dengan kata yang mengingatkan, ini tugas pemerintah harus mencari solusi bagaimana mereka dikaryakan, siapa tahu saja dengan begitu bisa mengubah jalan hidupnya. Daripada seperti itu tersembunyi, terselubung, dan tidak terkendali.
Ia menyebutkan, bahwa target Raperda itu selama 2 bulan, setelah di rapatkan secara internal Panitia Khusus (Pansus), kemudian pihaknya akan kunjungan kerja (Kunker) lalu dibahas kembali dengan masukan masyarakat.
Dan yang tidak kalah penting, tentu kearifan lokal juga diperhatikan dan harus diterima yang penting itu masih seiring dan sejalan dengan undang-undang.
Kalau masalah anggaran kata Novel, sebenarnya cukup karena perda ini di kabupaten kota lain pada prinsipnya itu sama, tindakan-tindakannya sama. Hanya saja, mungkin karena ada budaya tertentu yang mungkin harus diperhatikan.
Seperti halnya di Kutim, cara pendekatan itu penting, seperti apa mendekati warga baik di THM atau keluarga sendiri, ketika misalnya dicurigai ada terduga HIV/AIDS perlu cara agar mendekati dan menyarankan agar diperiksa.
“Penyakit ini memang satu-satunya jalan harus tes diagnosis harus periksa darah, karena penularan ya kan lewat darah, luka, kalau cipika-cipiki juga tidak selama tidak ada kontak darah. Intinya penularan ya darah,”tandasnya. (Rkt2/Adv)