SANGATTA — Petani sawit swadaya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur, tengah menghadapi serangkaian tantangan berat yang mengancam kesejahteraan mereka. Keprihatinan ini juga dirasakan oleh Anggota DPRD Kutim, Yusri Yusuf, yang mengusulkan perlunya langkah strategis dari pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. Yusri Yusuf mengusulkan pembentukan perusahaan daerah (Perusda) khusus untuk menangani sektor sawit dan memfasilitasi hilirisasi industri kelapa sawit di Kutim.
“Pembentukan Perusda yang fokus menangani sawit sangat penting. Ini akan membantu stabilisasi harga petani sawit, terutama saat panen raya,” ungkap Yusri Yusuf dalam wawancara di Gedung DPRD Kutim, Senin (19/8/2024) kemarin.
Sebagai anggota DPRD dari Partai Demokrat, Yusri Yusuf menyadari bahwa petani sawit swadaya di Kutim seringkali menghadapi kesulitan besar karena mereka tidak memiliki fasilitas pengolahan hasil panen sendiri. Ketergantungan mereka pada perusahaan besar yang memiliki lahan inti menyebabkan mereka kesulitan dalam menyalurkan hasil panen mereka, terutama ketika musim panen tiba.
“Petani swadaya seringkali terpaksa menjual hasil panen mereka kepada perusahaan besar dengan harga yang rendah, karena mereka tidak memiliki pabrik pengolahan,” ujar Yusri. Ketidakmampuan ini mengakibatkan harga tandan buah segar (TBS) sawit sering kali anjlok saat panen raya.
Yusri Yusuf menegaskan bahwa hilirisasi industri kelapa sawit menjadi solusi penting untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil panen. Dengan adanya fasilitas pengolahan seperti refinery di wilayah Kutim, produk turunan sawit seperti minyak goreng, sabun, dan kosmetik dapat diproduksi secara lokal. Ini diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat setempat.
“Jika sawit diolah di sini, nilai tambahnya akan lebih tinggi dan keuntungan ekonomi akan dirasakan langsung oleh masyarakat,” tambahnya.
Selain masalah harga dan hilirisasi, Yusri juga menyoroti sejumlah isu lain yang dihadapi petani sawit, termasuk pola kemitraan dan grading buah sawit. Ia menekankan perlunya percepatan pola kemitraan yang lebih teratur antara petani dan pabrik kelapa sawit (PKS) untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam sektor ini.
“Kemitraan yang baik antara petani dan PKS sangat penting untuk memastikan bahwa teknis pengolahan dilakukan dengan lebih baik,” jelas Yusri.
Yusri juga mengkritik pengawasan harga TBS yang dinilai tidak konsisten dengan ketentuan pemerintah. Ia meminta agar pengawasan harga dilakukan dengan lebih ketat agar petani tidak dirugikan.
“Pengawasan harga TBS harus sesuai dengan standar Dinas Perkebunan (Disbun) untuk melindungi petani dari kerugian,” tegasnya.
Terkait kebun plasma, Yusri menyatakan bahwa kemitraan inti-plasma seharusnya memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Namun, praktik yang tidak adil dari perusahaan sering kali merugikan petani kecil.
“Harus ada evaluasi dan perbaikan dalam praktik kemitraan ini agar petani kecil tidak dirugikan,” tambahnya.
Yusri Yusuf juga menekankan pentingnya penerapan standar grading yang sesuai untuk memastikan bahwa penurunan kualitas buah sawit tidak merugikan petani secara signifikan.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi oleh petani sawit swadaya di Kutim, Yusri Yusuf berharap agar pemerintah daerah dapat segera merespons dengan langkah konkret. Pembentukan Perusda dan fasilitas hilirisasi diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan.(Rkt/Adv)