spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sayyid Anjas: Pemkab Kutim Harus Maksimalkan Penyerapan APBD di Penghujung Tahun

Sangatta – Wakil Ketua I DPRD Kutai Timur (Kutim), Sayyid Anjas, mengingatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim untuk menyerap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 secara maksimal dalam sebulan ini, mengingat bulan Desember akan dilakukan tutup buku.

“Saya harap Pemkab, khususnya OPD di Kutim, bisa maksimal dalam penyerapan anggaran, sehingga apa yang sudah terprogram dan dianggarkan bisa terealisasi sesuai dengan harapan pada saat pembahasan anggaran lalu,” ujar Anjas saat ditemui di ruangannya, Selasa (5/11/2024).

Anjas menyebut bahwa DPRD akan memperketat pengawasan dan mengajak instansi terkait untuk berupaya maksimal dalam penyerapan anggaran.

“Selagi belum tutup buku, kami masih berusaha semaksimal mungkin dalam masalah serapan. Mudah-mudahan bisa diserap banyak walaupun ini berpotensi tidak selesai. Tapi kami optimis bagaimana caranya APBD ini bisa diserap maksimal sampai akhir tahun ini, meskipun serapannya saat ini memang kecil dan masih dalam proses,” paparnya.

Ia mengungkapkan bahwa salah satu kendala dalam serapan anggaran tahun ini adalah cuaca yang kurang bersahabat, terutama musim hujan yang berdampak pada pelaksanaan proyek fisik di lapangan.

Baca Juga:   Kesejahteraan Nelayan di Pesisir Kutim Jadi Perhatian Akhmad Sulaeman

“Kendala sekarang ini adalah musim hujan, yang menjadi salah satu hambatan. Semestinya, semenisasi bisa mencapai 100 meter, tetapi hanya terealisasi 50 meter. Kita berdoa bersama dan menunggu pelaksanaan dari dinas-dinas agar dapat menyelesaikan APBD 2024 ini,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pengawasan dari DPRD akan terus dilakukan untuk memastikan dinas-dinas terkait mampu melaksanakan anggaran secara efisien. Terkait dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa), Anjas berharap agar jumlahnya dapat diminimalkan.

“Silpa setiap tahun pasti ada, namun jika jumlahnya terlalu besar, itu tidak baik dan menandakan serapan anggaran kurang optimal. Misalnya, yang seharusnya bisa mencapai 200 meter hanya terealisasi 100 meter; ini tentunya merugikan masyarakat yang seharusnya bisa menikmati hasilnya, tetapi malah menjadi Silpa,” pungkasnya. (ram/adv)