SANGATTA – Dalam diskusi publik bertajuk Menata Ulang Banjir Sangatta gelaran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Kutai Timur (Kutim) di Kedai Salo Brew samping Jembatan Masabang sejumlah narasumber yang dihadirkan mengemukakan pandagannya, Senin (31/10/2022). Kajian ilmiah ini turut menampilkan data dan bagaimana pelaksanaan perencanaan banjir yang terintegrasi.
Salah seorang narasumber, Anggota DPRD Kutim dari Fraksi PDI Perjuangan Faizal Rachman bercerita jika penanganan banjir kewenangannya ada di Provinsi Kaltim terutama Sungai Sangatta. Jika flashback pada 1999 berdirinya Kutim pada zaman Bupati Awang Faroek Ishak, pemerintah sudah mengambil kebijakan untuk green pengembangan agrobisnis.
“Jadi memang saat itu Pak Awang mendeklarasikan Kutim fokusnya perdagangan tentu dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) Kutim karena Pak Awang semangatnya adalah SDA yang tidak terbarukan bisa tumbuh dengan membuka industri agribisnis yakni sawit. Nah, yang menjadi persoalan adakah pengaruh sawit terhadap banjir ataupun ada penambahan debit air. Disebutkan dengan data tingkat kontribusinya memang ada 10 persen penambah debit air,” ulasnya.
Ditambahkan Faizal, bisa dilihat dari paparan Dinas PU Kaltim yang pertama yakni melakukan pengerukan di daerah sungai sepanjang 12 kilometer dan itu sudah dilakukan sejak 2019 jadi ketika musim banjir yang terbaik adalah melakukan normalisasi di daerah ilir.
“Yang sudah dinormalisasi masih 2 kilometer. Namun masih terjadi banjr, nah mudah-mudahan hari ini kita diskusi kepada pakarnya langsung karena pemerintah juga sudah turun langsung dan telah membuat perencanaan tanggap darurat banjir,” bebernya.
Selanjutnya, jika memang bisa dianggarkan dengan intervensi APBN kenapa tidak, tapi ini harus dikendalikan karena air ini ada siklusnya. Jadi kalau tidak dilakukan persiapan dan sudah ada terbukanya lahan dimana-mana maka akan memberikan kontribusi tambahan debit air itu, ternyata memang perlu dilakukan perencanaan sedemikian rupa.
“Saya sudah tanya ke Bappeda Kutim ada tidak data zonasi banjir dan dimana saja titik daerah rawan banjir. Intinya memang harus segera action di lapangan seperti kata Presiden Jokowi bagaimana mematangkan perencanaannya,” urainya.
Kemudian, memang kalau menggunakan APBD kabupaten tidak bisa karena anggaran ini dialokasikan disesuaikan dengan kewenagannya. Tidak boleh kita menganggarkan yang bukan kewenangannya, jadi memang ranah provinsi.
“Nah, jika APBD kita mampu kita bisa menghibahkan polanya. Tapi apa mungkin dana provinsi dipindah ke kabupaten. Untuk itu, 2022 penanganan banjirnya yang harus menjadi perhatian, sebetulnya Pemkab Kutim sudah membuat Perbub terkait pengalokasian pertanggungajawaban terhadap APBD salah satunya yang dimasukan dalam Perbub yakni terkait penggunaan bantuan tidak terduga (BTT). Kutim pada 2022 ini sudah mengalokasikan BTT sebesar Rp 15 miliar, namun baru teralisasi Rp 4 miliar hingga Oktober,” jelasnya.
Untuk itu, seharusnya yang terpenting tanggap daruratnya yang cepat. Pemkab Kutim dalam hal ini juga sudah mengeluarkan Perbup berdasarkan instruksi PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permedagri Nomor 77 Tahun 2020 membuat urunan pelaksanaan tidak menyalahi aturan.
“Pengelolaan keuangan daerah kita sudah ada. Perda terkait tata cara penganggaran BTT kita sudah punya dan disebutkan cara penggunaan BTT. Nah harusnya jika dalam aksi tanggap darurat dalam Perbub 1 x 24 jam dana bisa keluar. Untuk itu diperlukan kembali kajian teknis OPD terkait. Dari Rp 15 miliar yang dialokasikan, sampai sekarang masih ada Rp 11 miliar belum terpakai. Harusnya bisa dilakukan, nanti kita kaji ulang dalam hal penanganan pascanya yang terdampak, harusnya di APBD Perubahan bisa dilakukan penyerapannya namun harus kajian dari Bappeda,” tegasnya.
Dalam jalannya diskusi ini turut hadir Kabid Sumber Daya Air Dinas PU Kutim A M Reza Renantha, perwakilan Dinas PU Kaltim Fadly Kasim, Kepala Bappeda Kutim Noviari Noor dan Kepala Prodi Kelautan STIPER Kutim Imanudin.(Rkt1)