spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Siswa SD Diduga Mengidap HIV/AIDS Ditolak Bersekolah, Legislator Kutim Desak Pemerintah Bertindak

SANGATTA – Seorang anak di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), tidak mendapatkan pendidikan formal seperti anak-anak pada umumnya. Anak yang duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) tersebut, sebut saja Bunga, kini hanya belajar di rumah setelah didiagnosis positif HIV.

“Anak saya sudah tiga tahun tidak sekolah tatap muka seperti anak pada umumnya. Saya kasihan melihat kondisinya seperti itu,” ujar ibu Bunga, Senin (13/1/2025).

Sang ibu menjelaskan, pada tahun 2019, Bunga mengidap Anemia Aplastik yang mengharuskannya menjalani transfusi darah di salah satu rumah sakit di Samarinda. Namun, setelah transfusi darah ketiga, Bunga dinyatakan positif HIV. Hasil tersebut mengejutkan keluarga karena kedua orang tuanya negatif berdasarkan hasil tes yang dilakukan dua kali.

“Kami bingung kenapa dia bisa positif, sedangkan kami orang tuanya negatif semua,” ungkapnya.

Meski dokter menyatakan bahwa HIV tidak menular melalui kontak biasa dan memberikan surat izin agar Bunga dapat bersekolah, pihak sekolah, perusahaan tempat orang tua bekerja, serta sejumlah wali murid tetap menolak kehadiran Bunga di sekolah.

Baca Juga:   Kutai Timur Siap Lantik 3.713 PPPK, Terbanyak di Kaltim

“Padahal kondisi fisiknya sehat seperti anak lainnya, dan dia rutin minum obat. Saya hanya ingin anak saya bisa sekolah seperti teman-temannya,” harap sang ibu.

Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kutai Timur, Novel Tyty Paembonan, mendesak pemerintah untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan ini. Ia menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah, Dinas Kesehatan, sekolah, dan pihak terkait untuk memastikan hak pendidikan anak tersebut tidak diabaikan.

“Pemerintah harus melakukan pendekatan menyeluruh dengan melibatkan Dinas Perlindungan Anak, KPAD, pemerintah desa, hingga pihak keluarga,” kata Novel.

Sebagai seorang dokter, Novel menegaskan bahwa pendampingan terhadap anak ini harus menjadi prioritas agar tidak ada diskriminasi yang memperparah stigma di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

Ilustrasi anak dengan HIV

“Hak anak untuk bersekolah adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah harus siap menjemput bola agar pendampingan dapat dilakukan secara maksimal,” tegasnya.

Terkait hasil diagnosis HIV yang diduga terkait transfusi darah, Novel juga menyarankan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti kasus ini. “Kami harus memastikan riwayat kesehatan anak ini dan mengambil langkah preventif agar kasus serupa tidak terulang,” paparnya.

Baca Juga:   Pelantikan Pengurus HIPMA Kutim Dinakhodai Theopilus, Siapkan Kader Berkarakter Pemimpin

Novel berharap, Pemerintah Kutim dapat menjadi contoh penanganan kasus serupa dengan pendekatan yang cepat dan humanis. “Ini adalah tugas kita bersama untuk mendukung anak ini mendapatkan haknya tanpa stigma atau diskriminasi,” pungkasnya.

Penulis: Ramlah
Editor: Agus S