SANGATTA – DPRD Kutai Timur (Kutim) bersama para pengurus cabang olahraga (cabor) sepakat untuk mengangkat derajat dunia olahraga di daerah. Kesepahaman itu mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyelenggaraan Keolahragaan, Kamis (22/5/2025).
Forum tersebut menjadi tonggak awal penataan sistem olahraga yang lebih profesional dan terencana. Ketua Pansus, Pandi Widiarto, menegaskan bahwa DPRD tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Keolahragaan sebagai landasan hukum yang menyeluruh—dari pembinaan atlet, pengelolaan fasilitas, hingga tata kelola kelembagaan olahraga.
“Kami ingin ada kepastian hukum yang menjamin pembinaan atlet, penyediaan fasilitas, serta kelembagaan yang kuat. Raperda ini bukan sekadar regulasi, tapi peta jalan olahraga Kutim ke depan,” kata Pandi saat memimpin rapat.
Sejumlah masukan kritis disampaikan oleh para pelaku olahraga. Ketua Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) Kutim, dr. Rahmat, menyoroti minimnya sarana olahraga layak, terutama lapangan sepak bola.
“Banyak lapangan tak layak pakai. Rumput tinggi, tanah bergelombang. Anak-anak jadi kesulitan mengembangkan teknik bermain. Kalau kita ingin prestasi, fasilitas dan anggarannya harus ditingkatkan,” ujarnya.
Ia juga menyebut pentingnya membangun fasilitas berstandar nasional agar para atlet bisa berlatih optimal dan masyarakat lebih mencintai olahraga. Cabang tenis meja, katanya, sudah digalakkan sejak usia dini namun masih terkendala sarana.
Sementara itu, Ketua Jujitsu (JITSU) Kutim, Sarwono Hidayat, mengapresiasi inisiatif DPRD namun menekankan perlunya kejelasan soal siapa pemegang kendali kebijakan dalam Raperda ini—apakah Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pendidikan, atau kolaborasi antarinstansi.
Ia juga mendorong agar aspek anti-doping turut diatur secara tegas dalam peraturan, serta menyatakan kesiapan organisasinya untuk terlibat dalam edukasi bersama Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK).
“Kami siap bantu edukasi bersama BNNK agar atlet Kutim bebas doping dan tetap berprestasi secara bersih. Ini bukan cuma tanggung jawab atlet, tapi juga tim medis dan pelatih,” ujarnya.
Sarwono turut mengkritisi praktik rangkap jabatan di tubuh organisasi olahraga.
“Jangan sampai satu orang memegang tujuh cabor. Pengurus KONI harus steril dari kepengurusan cabor lainnya. Ini harus diatur tegas dalam perda,” tegasnya.
Menanggapi itu, Pandi Widiarto menyatakan pihaknya terbuka terhadap semua masukan dan akan memasukkan usulan tersebut dalam pembahasan pasal-pasal Raperda.
“Kami hormati masukan dari Opa Sarwono dan semua pengurus. Kita akan petakan peran masing-masing: pemerintah daerah, KONI, KORMI, hingga MPC. Tujuannya agar pembinaan olahraga lebih jelas dan efektif,” katanya.
Ia menegaskan, 10 tahun ke depan adalah momentum emas bagi Kutim untuk membangun ekosistem olahraga yang berkelanjutan dan berprestasi.
“Mulai dari pembangunan sarana, pembinaan SDM, hingga regulasi anti-doping harus masuk dalam desain besar olahraga Kutim. Ini investasi jangka panjang,” ujarnya.
RDP ini menjadi awal babak baru dunia olahraga di Kutim. Olahraga kini tak lagi dipandang sekadar aktivitas hiburan, tetapi sebagai aset strategis daerah. Dengan komitmen legislatif dan dorongan kuat dari para pelaku olahraga, Kutim membuka jalan untuk mencetak prestasi yang lahir dari sistem pembinaan yang sehat, adil, dan berkelanjutan.
Pewarta; Ramlah
Editor: Agus S