spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pakai Jalan Umum, Warga Dayak Modang Laporkan Perusahaan Sawit ke Pemprov Kaltim

Gesekan antara masyarakat adat Dayak Modang yang tinggal di Desa Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kutai Timur, dengan perusahaan kelapa sawit kembali terjadi. Terbaru, warga mengadukan perusahaan yang dituding menggunakan jalan umum untuk mengangkut minyak sawit mentah atau CPO.

Pada Selasa, 5 Oktober 2021, tiga perwakilan warga Desa Long Bentuq tiba di kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kaltim di Jalan Gajah Mada, Samarinda. Mereka melaporkan aktivitas PT Sumber Abadi Wana Agung (SAWA) bersama satu lagi perusahaan yang lain atas dugaan menggunakan jalan umum di wilayah desa.

Menurut Kepala Adat Dayak Modang Long Wai, Daud Lewing, yang diwakili Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda, warga meminta Satpol PP Kaltim turun dan menyelidiki aktivitas tersebut. Penggunaan jalan umum sebagai jalur pengangkutan kelapa sawit disebut melanggar pasal 6 ayat (1), (2), dan ayat (3), Peraturan Daerah Kaltim Nomor 10 /2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit.

Ketiga pasal itu berbunyi (1) setiap angkutan batu bara dan hasil perusahaan perkebunan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum; (2) setiap hasil tambang batu bara dan hasil perkebunan kelapa sawit yang berasal dari perusahaan pertambangan dan perusahaan perkebunan wajib diangkut melalui jalan khusus; (3) sebelum menggunakan jalan umum untuk mengangkut hasil perkebunan kelapa sawit, perusahaan harus mengantongi izin dari pejabat berwenang.

Baca Juga:   2 Rumah di Gang SBY Ludes Dilalap Api

Valentino Hong (38) adalah warga Long Bentuq yang menjelaskan, perusahaan telah menggunakan jalan umum sejak 2009. Jalan tanah tersebut adalah akses utama enam desa di Busang yakni Long Bentuq, Long Lees, Long Nyelong, Long Pejeng, Mekar Baru, serta Rantau Sentosa. Kondisi jalan sekarang berlumpur dan berlubang.

“Aktivitas ekonomi warga sangat terhambat. Apalagi kalau truk-truk itu sampai terperosok dan terbalik,” terang Valentino selepas audiensi di Kantor Satpol PP Kaltim. Sementara mereka (perusahaan) tidak pernah memerhatikan hal tersebut.”

Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat sekaligus Pelaksana Harian Kepala Satpol PP Kaltim Hasan mengatakan, Satpol PP sebagai penegak perda meneruskan laporan tersebut kepada unit penyelidikan dan instansi terkait seperti Dinas Perhubungan. Satpol PP sebenarnya sudah berkali-kali mendengar kejadian serupa di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Akan tetapi, baru kali ini ada yang melaporkan pelanggaran perda jalan umum kepada provinsi. “Mekanismenya, setelah ini kami serahkan ke penyidik,” ucap Hasan.

Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Kaltim, Hasfil Hakim, membenarkan bahwa pengangkutan kelapa sawit dan batu bara di jalan umum ramai ditemui di Kaltim. Akan tetapi, posisi hukum Perda 10/2012 lebih rendah dibandingkan Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law. Hasfil mengatakan, UU Cipta Kerja memungkinkan jalan umum digunakan sebagai jalur angkutan sawit dan batu bara.

Baca Juga:   Di Ops Lilin Polres Kutim, Ardiansyah Bacakan Amanat Kapolri Hadapi Nataru

“Kami akan koordinasikan hal ini ke Dinas Perhubungan,” sambungnya. Di sisi lain,  Hasfil menjelaskan, Satpol PP kesulitan merazia. Informasi razia disebut bocor. Alhasil, Satpol PP harus menggandeng beberapa instansi seperti dinas perhubungan dan kepolisian.

General Manager License & Corporate Social Responsibility PT SAWA, Angga Rachmat Perdana, menjelaskan bahwa perusahaan tidak memberikan komentar mengenai laporan warga. Angga mengatakan, perusahaan belum mempelajari dan mendapatkan salinan surat pengaduan dari pihak berwenang.

“Untuk saat ini, kami tidak ada tanggapan. Kami akan mempelajari laporan tersebut setelah mendapatkan salinannya,” terang Angga melalui aplikasi perpesanan kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.

Konflik warga Long Bentuq dengan perusahaan telah berlangsung panjang. Tahun lalu, delapan tokoh masyarakat diperiksa atas dugaan melanggar Pasal 192 KUHP dan Undang-Undang 38/2004 karena memblokir jalan truk CPO perusahaan.

Akademikus hukum dari Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Suwardi Sagama, menilai, penjelasan Satpol PP mengenai hierarki perundang-undangan sudah tepat. Secara prinsipil, aturan yang lebih tinggi yaitu undang-undang tidak boleh bertentangan dengan yang lebih rendah seperti perda.

Akan tetapi, pengajar Program Studi Hukum Tata Negara itu melihat, perda yang dimaksud belum bisa disimpulkan berlaku atau tidak. Perda Kaltim 10/2012 masih memiliki keterkaitan dengan UU 22/2009 tentang UU Angkutan Umum dan Lalu Lintas Jalan. Beberapa pasal dalam UU 22/2009 dihapus dan diubah omnibus law.

Baca Juga:   Ke IPDN, Kutim Komitmen Hasilkan ASN Berkapasitas dan Loyalitas Tinggi

“Karena peraturan di atasnya sudah diubah, kecuali peraturan di atas perda tersebut (omnibus law) dibatalkan baik pasal atau ayat yang berkaitan dengan perda,” jelas Suwardi.

Sementara itu, akademikus Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, ada dua regulasi besar yang bersifat lex specialis yang berfungsi menafsirkan hukum dalam persoalan ini. Pertama, UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan kedua UU 39/2014 tentang Perkebunan.

Castro menjelaskan, kehadiran jalan khusus untuk mengangkut hasil perkebunan sawit memang tidak disebutkan dalam UU Perkebunan. Akan tetapi, dalam Pasal 91 Ayat 1 UU Minerba, tertulis bahwa pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) wajib menggunakan jalan hauling atau pertambangan. Jika jalan hauling tidak tersedia, pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan dua ketetapan tersebut, Castro melihat, status perda penggunaan jalan umum sebagai jalur hauling dan angkutan sawit tidak bisa diprotet berdasarkan kesinambungannya dengan UU angkutan umum dan lalu lintas. Aturan spesifiknya ada di bidang pertambangan dan perkebunan.

“Aneh kalau pola pikir mereka begitu (perda tidak berlaku). Apa berarti perusahaan tambang dan perkebunan bisa melalui jalan umum seenaknya? Tidak masuk akal,” kritiknya. (kk)