SANGATTA — Wakil Bupati Kutai Timur (Wabup Kutim) Mahyunadi menanggapi sorotan publik terkait isu kerusakan hutan yang kembali mencuat belakangan ini. Ia menilai bahwa perbincangan soal kerusakan hutan harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat.
“Kerusakan hutan itu tidak bisa dinilai sebelah mata. Harus dilihat juga bagaimana nilai ekonominya yang sudah dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Mahyunadi saat diwawancarai awak media usai melakukan penanaman bibit mangrove, Kamis (12/6/2025).
Ia menegaskan perbandingan antara skala kerusakan dan manfaat ekonomi dari aktivitas kehutanan tidak bisa dilakukan secara langsung atau “apple to apple”. Menurutnya, ada banyak variabel yang harus diperhitungkan, terutama dalam konteks daerah seperti Kutai Timur (Kutim) yang perekonomiannya turut ditopang oleh sektor tersebut.
Mahyunadi juga menyoroti peran pelaku industri dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Ia mengatakan, perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemulihan setelah proses penebangan, termasuk penanaman kembali (reboisasi).
“Pelaku industri tetap akan melakukan perbaikan. Hutan yang ditebang tidak akan dibiarkan rusak terus-menerus. Reboisasi dilakukan, dan akan tumbuh hutan baru yang menggantikan,” jelasnya.
Ia juga menambahkan kerusakan hutan tidak terjadi secara serentak, sehingga ada siklus pertumbuhan yang terus berjalan di lapangan.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap isu lingkungan dan tekanan terhadap industri untuk menerapkan praktik yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah daerah, menurut Mahyunadi, terus mendorong agar ada keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan keberlanjutan lingkungan di masa depan.
Pewarta : Ramlah Effendy
Editor : Nicha R