SAMARINDA – Indonesia adalah negara hukum, artinya seluruh aspek berbangsa dan bernegara harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk penyelenggaraan pemerintahan di desa. Hal ini sepadan dengan visi misi Kutai Timur (Kutim) mewujudkan pemerintahan yang partisipatif berbasis penegakan hukum dan teknologi informasi yang menyeluruh.
Hal tersebut disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Poniso Suryo Reggono yang mewakili Bupati Kutim saat membuka Bimbingan Teknis Peningkatan Tupoksi Aparatur Pemerintahan Daerah Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Surat Keterangan Pendaftaran Tanah(SKPT) Dalam Penyediaan atau Pencadangan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang dihadiri para camat se-Kutim di Samarinda pada Senin (21/7/2024).
“Dalam praktiknya kadang ada permasalahan hukum dalam penerbitan PPAT yang ditandatangani oleh camat.Jadi camat harus mencermati, meneliti, verifikasi sebelum dokumen yang akan ditandatangani. Jangan sampai terjadi konflik sosial,” tegas Poniso.
Hal ini sagat penting, karena dokumen yang ditandatangani oleh camat bersifat tanggung gugat. “Artinya meskipun camat sudah tidak menjabat, tetapi jika ada permasalahan dokumen yang pernah ditandatangani,camat bisa digugat.Jadi harus teliti,” ungkap mantan Camat Rantau Pulung itu.
Pihaknya mengharapkan kegiatan bimtek ini meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kompetensi camat dan seluruh perangkat kecamatan dalam menerbitkan PPAT/SKPT.
“Saya harap bimtek ini menjadi ajang tukar pikiran dan pengalaman serta mencari solusi atas permasalahan hukum dalam penyelenggaraan di kecamatan,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama Kepala Bagian Hukum, Januar Bayu Irawan menjelaskan latar belakang digelarnya bimtek bagi para camat dalam menerbitkan PPAT/SKPT. Di antaranya
isu penyelesaian permasalahan pertahanan, serta administrasi penguasaan tanah.
Lebih lanjut, Bayu Irawan menyebutkan beberapa dasar hukum yang harus diperhatikan dalam menerbitkan PPAT/SKPT yakni UU nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok -Pokok Agraria, UU nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, berikutnya Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2023, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI nomor 9 tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN nomor 15 tahun 2021 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang serta Peraturan Bupati Nomor 42 tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Penguasaan Tanah atas Tanah Negara di Kutim.
Sementara itu, Dewi Anggraeni selaku narasumber BPN Provinsi Kaltim menjelaskan camat merupakan salah satu unsur aparat pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada Bupati, yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah pada suatu daerah atau wilayah kecamatan yang tertentu.
Selain Camat sebagai kepala pemerintahan pada suatu daerah kecamatan di bawah Bupati atau Walikota, Camat juga berkedudukan sebagai PPAT.
“Dasar hukum yang menyebutkan bahwa Camat dalam jabatannya tersebut juga bertindak sebagai PPAT adalah pasal 5 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyebutkan, untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup tenaga PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu.
Lebih lanjut, Dewi Anggraeni menambahkan bahwa camat sebagai PPAT di dalam menerbitkan atau membuat akta-akta hak atas tanah yang terletak pada wilayah kecamatannya, secara hukum mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan akta-akta yang diterbitkan atau diperbuat oleh pihak PPAT lainnya, meskipun dalam praktiknya pengetahuan para camat sangat terbatas jika dibandingkan dengan PPAT diangkat oleh Menteri.
Ia mengingatkan dalam proses penyerahan tanah untuk kepentingan umum, camat atau pemerintah desa harus memperhatikan aspek kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, selanjutnya kesepakatan, kesejahteraan, keikutsertaan dan keberlanjutan.(Rkt)