SANGATTA – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Kutim Muhir kembali mangkir dari panggilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Timur (DPRD Kutim).
Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kutim Faizal Rachman, menginginkan di saat rapat pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2023 yang hadir adalah pengambil kebijakannya yakni kadis-nya.
“Kita berharap kepala dinasnya yang hadir, itu yang kita mau, karena ini mengevaluasi kinerja selama 1 tahun dan kita ingin ini menjadi renungan dan evaluasi untuk diadakan perbaikan penyusunan di APBD selanjutnya. Makanya kita pengen pengambil kebijakannya yang hadir,” ucapnya saat diwawancarai awak media usai rapat paripurna, Selasa (25/6/2024).
PUPR menjadi dinas yang paling tersorot di anggota DPRD Kutim, pasalnya, ia mempunyai silpa paling besar di antara dinas yang lain. Faizal menjelaskan, Dinas PUPR Kutim memiliki silpa Rp 423 miliar dari Rp 1,9 triliun yang dialokasikan dan yang terserap hanya Rp 1,5 triliun.
“Kita mau tanya kenapa ini tidak bisa dilaksanakan. Makanya kita memanggil kadisnya untuk dapat hadir menjelaskan. Tapi yang datang malah bagian program,” ujarnya.
Alasan dari Dinas PUPR sehingga kadisnya tidak dapat hadir pada undangan rapat DPRD, kata Faizal, ia beralasan, satu survei dan yang kedua alasannya ia sedang sakit.
Legislator PDI Perjuangan itu kembali menegaskan, bahwa kemarin ia sudah tegaskan dalam rapat paripurna, bahwa kepada Bupati Kutim tolong dihargai lembaga ini, karena yang mengundang bukan dirinya secara pribadi yang mengundang ini Ketua DPRD yang ditandatangani berkop lembaga DPRD mengundang pemerintah untuk pembahasan pansus ini.
“Jadi jangan dilihat Faizal pribadi, ini kan Ketua DPRD ini mengundang, masa lembaga yang mengundang dianggap remeh,” tegasnya.
Oleh karena itu, pihak DPRD kembali menunda rapat, ia akan mengundang kembali Dinas PUPR pada hari Jumat. Namun, ketika kembali mangkir. Maka sudah keempat kalinya.
Faizal pun mengungkapkan, ketika kembali mangkir dihari Jumat mendatang ini, ia akan ajukan hak interplasi. Hak interplasi bukan lagi dinas yang akan dipanggil tetapi bupati.
Sebagaimana yang tertuang dalam PP 12 Tahun 2019, pengelolaan keuangan daerah tertinggi itu tanggung jawabnya bupati.
“Kalau nggak bisa datang kita panggil bupatinya saja, bupatinya suruh jelaskan,” tutupnya. (Rkt2/Adv)