spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kasus Kekerasan Seksual Meningkat, DPRD Kutim Desak Sosialisasi dan Rehabilitasi Korban

SANGATTA – Anggota Komisi D DPRD Kutai Timur (Kutim), Hj. Uci, menyoroti peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kutai Timur. Kenaikan jumlah kasus ini menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas serta perlindungan yang menyeluruh bagi para korban, khususnya anak-anak dan perempuan.

Uci menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak. “Banyak perempuan dan anak di Kutim menjadi korban kekerasan dan pemerkosaan, namun mereka tidak berani melapor,” ujarnya saat ditemui, Selasa (6/11/2024).

Menurut Uci, pemerintah wajib hadir untuk melindungi korban kekerasan. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah yang harus segera diselesaikan, karena sering kali korban tidak berani mengungkapkan apa yang mereka alami, baik itu kekerasan fisik, mental, maupun seksual.

“Banyak di antara korban kesulitan atau tidak berani melaporkan kekerasan yang mereka alami. Pemerintah perlu hadir untuk melindungi dan mengayomi warganya,” ucap Uci.

Fenomena ini mendorong Uci, politisi PKS, untuk mendesak peningkatan sosialisasi perlindungan diri bagi anak-anak dan generasi muda, yang dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan lingkungan pendidikan. “Anak-anak perlu memahami pentingnya menjaga diri. Ini berlaku bagi anak perempuan maupun laki-laki, karena kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa saja,” jelasnya.

Baca Juga:   Pandangan PPP untuk Pemkab Kutim, Fokus Program Mensejahterakan Masyarakat

Uci juga menekankan bahwa sosialisasi yang tepat sasaran merupakan langkah penting dalam upaya melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Ia menyarankan adanya konselor untuk memberikan pendekatan yang membuat anak-anak tidak takut melapor jika mengalami hal tersebut.

“Termasuk agar anak bisa menghindari situasi yang berpotensi pada kekerasan seksual. Sekarang banyak anak-anak yang terjerat pelaku kejahatan melalui media sosial. Oleh karena itu, literasi digital juga sangat penting untuk perlindungan sosial,” tambahnya.

Di sisi lain, Uci mendorong pembentukan tempat perlindungan bagi para korban kekerasan seksual untuk memaksimalkan pendampingan konseling dan rehabilitasi. Menurutnya, program pendampingan bagi korban harus dirancang dengan baik agar efektif dan berkelanjutan untuk memulihkan trauma mereka.

“Pemerintah harus menyediakan layanan rehabilitasi psikologis yang mudah diakses dan gratis bagi korban kekerasan seksual. Hal ini penting agar mereka dapat melanjutkan kehidupan dengan lebih baik setelah mengalami perlakuan yang tidak manusiawi. Masa depan mereka masih panjang,” pungkas Uci. (ram/adv)