SANGATTA – Di balik sorotan kamera dan lembaran batik yang sarat motif, tersimpan kisah cinta yang tak biasa. Cinta pada budaya, pada desa kecil bernama Kabo Jaya, dan pada sosok ibu yang diam-diam selalu menyertai dalam setiap langkah.
Laurentina Makku, perempuan muda asal Sangatta, menenun semuanya menjadi satu dalam video bertajuk “Swarga Bara Berkarya, Juwita Batik Mempesona”, yang sukses meraih Juara 2 dalam Lomba Video Eksplorasi Potensi Desa.
Video itu mengangkat Juwita Batik, produsen batik Wakaroros dari Kabo Jaya yang dikenal sebagai ikon budaya Kutai Timur.
“Saya tahu betul nilai batik Wakaroros. Ini bukan sekadar kain, tapi warisan yang bisa jadi mahakarya. Dunia harus tahu,” tutur Laurentina kepada Media Kaltim, Selasa (20/5/2025).
Pilihan Laurentina bukan tanpa alasan. Sebagai anak muda yang tumbuh besar di Sangatta, ia merasa punya tanggung jawab untuk memperkenalkan desanya lebih luas. Ia melihat potensi besar yang selama ini mungkin terlewat, dan memilih untuk menceritakannya lewat bahasa yang ia kuasai yakni visual dan narasi.
Proses pengambilan gambar dilakukan dalam satu hari, bersama tim kecilnya Rizky sebagai videografer, dan Ryan sebagai asisten. Sementara proses editing diselesaikan dalam waktu sekitar seminggu. Dukungan penuh pun datang dari tim Juwita Batik, terutama Mbak Lida, putri dari Ibu Juwita, sang pendiri batik. Semuanya berjalan lancar, tapi di balik kemudahan itu, ada satu momen yang begitu membekas.
“Hari saat saya ambil video adalah hari terakhir saya mengantar mama cuci darah. Setelah itu mama pergi untuk selamanya,” ujar Laurentina, perlahan. “Jadi saat saya tahu menang, saya tahu ini bukan hanya karena kerja keras saya, tapi juga karena doa tulus mama,” lirihnya.
Video ini bukan hanya dokumentasi potensi desa, tapi juga wujud rasa terima kasih Laurentina kepada tanah yang telah membesarkannya. “Saya lahir di Flores, tapi dibesarkan dengan cinta di Sangatta. Di sinilah saya menemukan siapa diri saya. Sesuai petuah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” katanya.
Pesan utama dalam videonya sederhana tapi kuat, agar generasi muda mencintai budaya mereka sendiri. Ia berharap Juwita Batik mendapat perhatian dan dukungan yang layak dari pemerintah daerah, termasuk akses jalan menuju lokasi batik yang masih memerlukan perbaikan.
Lebih jauh, Laurentina ingin video ini membuka jalan bagi desa-desa lain di Kutai Timur (Kutim) untuk ikut bersinar. “Kita punya 18 kecamatan, dan semuanya punya potensi. Semoga bukan hanya Kabo Jaya, tapi juga desa-desa lain bisa mendapat sorotan dan perhatian,” ungkapnya.
Bagi Laurentina, kemenangan ini bukan akhir. Justru inilah awal langkah panjang untuk terus bercerita, terus mengangkat budaya, dan terus memberi arti. Sebab baginya, kamera bukan hanya alat. Ia adalah jendela untuk melihat, mengingat, dan mencintai.
Pewarta : Ramlah Effendy
Editor : Nicha R