spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Legislator Minta Kaji Ulang Sistem Zonasi PPDB, Jika Perlu Dihapus


SANGATTA – Anggota Komisi D DPRD Kutai Timur (Kutim) Yulianus Palangiran meminta pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk mengkaji ulang secara serius sistem Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya jalur zonasi, dengan kemungkinan untuk dihapus.

“Saya meminta agar sistem zonasi benar-benar dikaji, kalau perlu dihapus,” ujar Yulianus Palangiran saat ditemui, Selasa (3/12/2024).

Yulianus menilai sistem zonasi dalam PPDB lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat.

“Kekurangannya yang pertama, aparat pendidikan yang terlibat tidak siap. Kedua, potensi kecurangan tidak dapat dihindari, dan itu sudah menjadi rahasia umum. Ketiga, langkah-langkah ceroboh menyebabkan banyak anak pintar masuk sekolah yang kurang bermutu. Bahkan, anak-anak miskin yang pintar sering tertolak hanya karena sistem zonasi ini,” ungkapnya.

Yulianus menyampaikan tiga opsi terkait keberlanjutan sistem PPDB berbasis zonasi. Pertama, sistem zonasi tetap ada seperti saat ini, meski ada kekurangan. Kedua, zonasi disempurnakan dengan beberapa perubahan. Ketiga, zonasi dihapus sepenuhnya.

Ia juga menambahkan, jika zonasi dihapus, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali apakah akan menggunakan sistem lama, seperti Ujian Nasional (UN), sebagai alat seleksi.

Baca Juga:   Soal Sidrap, Agusriansyah Komentari Keras Pernyataan Ketua DPRD Bontang

Selain sistem PPDB, Politisi Nasdem itu menyoroti implementasi Kurikulum Merdeka. Ia meminta pemerintah menjelaskan alat ukur keberhasilan kurikulum ini kepada masyarakat.

“Banyak guru yang merasa keberatan. Dari 100 guru, paling hanya lima yang mendukung Kurikulum Merdeka. Sisanya mengeluh karena gaji kecil, beban administratif tinggi, dan masalah lain. Pemerintah harus mendengarkan keluhan ini,” paparnya.

Yulianus juga menekankan pentingnya keadilan dalam rencana kenaikan gaji guru.

“Kami di Komisi D meminta pemerintah memastikan tidak ada diskriminasi dalam penerapan kenaikan gaji guru. Saat ini, kenaikan hanya berfokus pada ASN, sementara guru swasta dan honorer masih terabaikan,” pungkasnya. (Ram/adv)