spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pasar Induk Kutim ‘Panas’, Kenaikan Retribusi Picu Protes Pedagang

SANGATTA – Pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menuai keluhan dari para pedagang Pasar Induk Sangatta (PIS). Kenaikan tarif retribusi yang dianggap terlalu tinggi dinilai membebani pelaku usaha kecil.

Para pedagang mengaku penghasilan harian mereka tidak sebanding dengan tarif retribusi yang kini diberlakukan. Kenaikan dianggap signifikan dan menyulitkan, terlebih pasar tersebut hanya aktif hingga siang hari.

“Sebelumnya saya bayar sekitar Rp 480 ribu. Sekarang naik jadi Rp 1,2 juta. Padahal pasar ini cuma ramai sampai jam 12 siang,” keluh salah seorang pedagang ikan, Senin (16/6/2025).

Pasar Induk Sangatta memang dikenal hanya aktif hingga tengah hari. Setelah itu, sebagian besar pembeli beralih ke pasar tumpah yang dianggap lebih fleksibel dan mudah diakses. Kondisi ini membuat para pedagang pasar resmi merasa terhimpit, karena beban biaya tinggi tidak sebanding dengan omzet harian.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutai Timur, Nora Ramadani, membenarkan adanya gelombang protes dari para pedagang sejak aturan tersebut mulai diterapkan.

Baca Juga:   Kejam dan Terencana, Polisi Selidiki Kasus Bayi Prematur yang Dibuang di Sungai

“Memang setelah diberlakukan, banyak pedagang menyatakan keberatan. Mereka merasa penghasilannya tidak cukup untuk menutupi kenaikan retribusi ini,” ungkapnya.

Menyikapi hal tersebut, Disperindag telah memfasilitasi penyampaian aspirasi para pedagang kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim sebagai instansi yang bertanggung jawab atas penetapan pajak dan retribusi.

Nora menyebut, Bapenda saat ini tengah meninjau ulang kebijakan tersebut dengan melibatkan seluruh UPT Pasar yang ada di Kutim. Evaluasi tarif sedang digodok kembali demi menemukan formula yang lebih sesuai dengan kondisi riil pedagang.

“Sekarang pembahasannya sudah berjalan. Seluruh UPT Pasar sudah dipanggil untuk rapat dengan Bapenda,” jelasnya.

Retribusi yang dimaksud diatur berdasarkan jenis tempat usaha, mulai dari kios, los, pelataran biasa, hingga pelataran dengan gerobak. Namun, struktur tarif yang baru itu dianggap terlalu tinggi oleh pedagang kecil, terutama yang menjajakan dagangan dengan gerobak atau lapak sederhana.

Selain menyoroti retribusi, Pemkab juga mulai memperhatikan persoalan pasar tumpah yang dinilai ikut memengaruhi pendapatan pedagang di pasar resmi.

Baca Juga:   Diduga Mabuk, Pengendara Motor Tabrak Sopir Travel di Jalan Poros Bontang-Sangatta

“Untuk soal pasar tumpah juga jadi perhatian kami, masih dicari solusinya,” pungkas Nora.

Kebijakan ini menjadi pengingat bahwa penyesuaian tarif harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Para pedagang kini menanti keputusan pemerintah yang lebih berpihak, agar usaha kecil tetap bisa bertahan di tengah dinamika kebijakan daerah.

Pewarta : Ramlah Effendy
Editor : Nicha R