SANGATTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kutai Timur (Kutim) segera memasuki tahap operasional. Dalam waktu dekat, dua titik dapur utama akan mulai beroperasi untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi bagi anak-anak sekolah dan kelompok masyarakat yang membutuhkan.
Langkah awal ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program prioritas nasional untuk menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Dua titik dapur tersebut ada di APT Pranoto dan Kabo dan akan menjadi percontohan sebelum program diperluas ke wilayah lainnya di Kutai Timur (Kutim).
“Segala persiapan teknis dan koordinasi lintas sektor sudah hampir rampung. Dalam waktu dekat, dua titik dapur akan mulai memasak dan mendistribusikan makanan ke sasaran utama,” ujar Dandim 0909/KTM Letkol Inf Ginanjar Wahyutomo yang ditemui Jumat (11/4/2025).
Dalam tahap awal ini, dua titik dapur akan segera beroperasi untuk mendukung distribusi makanan sehat kepada siswa-siswi di wilayah tersebut.
Menariknya, setiap dapur MBG dirancang untuk melayani hingga 3.000 siswa per hari. Dengan kapasitas besar ini, program diharapkan mampu menjangkau lebih banyak anak sekolah, khususnya di daerah yang memiliki tantangan gizi dan akses pangan sehat.
“Dapur yang disiapkan masing-masing mampu mencakup hingga 3.000 siswa. Ini bagian dari strategi efisiensi distribusi sekaligus menjamin kualitas makanan tetap terjaga,” sebut Dandim 0909 Kutim.
Letkol Inf Ginanjar menambahkan sebagai bentuk pengawasan dan penjamin mutu pelaksanaan di lapangan, setiap dapur MBG akan dikelola oleh penanggung jawab yang disebut Satuan Penanggung Jawab Pelaksana Implementasi (SPPI). SPPI bertugas memastikan seluruh proses produksi, distribusi, hingga standar gizi makanan yang disajikan berjalan sesuai ketentuan.

“Telah ada SPPI yang ditunjuk di setiap titik dapur. Mereka akan menjadi kunci koordinasi di lapangan, mulai dari perencanaan menu hingga pelaporan harian pelaksanaan,” paparnya.
Letkol Inf Ginanjar menyebutkan bahwa pelaksanaan program ini akan dilakukan secara bertahap di kecamatan-kecamatan lain. Hal ini sejalan dengan ketentuan dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang mengharuskan setiap wilayah pelaksana memiliki dapur mandiri sebagai prasyarat utama.
“Kami tidak bisa langsung meluncurkan program ini di seluruh kecamatan. Sesuai aturan dari BGN, setiap kecamatan wajib memiliki dapur sendiri sebagai pusat produksi makanan sebelum program bisa dijalankan,” jelasnya.
Dengan pendekatan bertahap ini, Program MBG diharapkan dapat berjalan optimal dan berkelanjutan, tanpa mengorbankan kualitas dan efektivitas distribusi makanan bergizi bagi para siswa.
Pewarta : Ramlah Effendy
Editor : Nicha R