SANGATTA – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dikenal sebagai salah satu daerah yang kaya akan sumber daya alam, terutama di sektor pertambangan batu bara.
Salah satu tambang batu bara terbesar di Kutim adalah Kaltim Prima Coal (KPC), yang memiliki wilayah operasi mencapai 84.938 hektare.
Tambang ini merupakan salah satu dari banyak tambang batu bara yang tersebar di seluruh Kutim, memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian daerah.
Namun, selain kekayaan alam dari pertambangan, Kutim juga memiliki visi misi untuk mandiri dalam agribisnis.
Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
Menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutim, Faizal Rachman, pendapatan masyarakat yang terlibat dalam sektor agribisnis menunjukkan hasil yang sangat positif.
“Dari pendapatan pribadi masing-masing yang punya lahan mereka sudah merasakan hasil dari sana. Saya biasa turun ke dapil kan, dan memang mereka sudah merasakan hasilnya,” ungkap Faizal saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Kantor DPRD Kutim, Senin (22/7/2024) lalu.
Faizal menambahkan, bahwa masyarakat yang telah merasakan manfaat dari agribisnis sering kali ingin memperluas lahan mereka.
Ia mencontohkan bahwa pemilik lahan seluas 2 hektare dapat menikmati hasil yang memuaskan dan biasanya termotivasi untuk menambah luas lahan mereka setelah merasakan manfaat ekonomi dari agribisnis.
“Karena memang mereka sudah menikmati hasilnya, kan selama 4 tahun itu modal semua dan kita sahkan lagi nanti. Kalau 4 tahun sudah dia rasakan biasanya mau nambah lagi 10 hektare,” tandasnya.
Pendekatan mandiri agribisnis pertambangan ini tidak hanya memberikan dampak positif pada pendapatan masyarakat, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Selain itu, program ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertambangan yang memiliki dampak lingkungan yang signifikan.
Namun, keberhasilan program ini memerlukan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, perusahaan tambang, dan masyarakat itu sendiri.
Pemerintah daerah perlu menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung perkembangan agribisnis, sementara perusahaan tambang diharapkan dapat memberikan dukungan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Faizal Rachman juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah daerah dan perusahaan tambang dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Ia berharap agar perusahaan tambang yang beroperasi di Kutim dapat menjaga ekosistem alam dan memberikan dukungan kepada masyarakat sekitar melalui pengembangan agribisnis.
“Dalam jangka panjang, kita berharap bahwa keberadaan tambang batu bara dan program mandiri agribisnis dapat berjalan beriringan, memberikan manfaat ekonomi tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan,” urai Faizal.
Visi misi mandiri agribisnis pertambangan di Kutim memang memberikan harapan besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada komitmen dan kerjasama semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan demikian, Kutim dapat terus berkembang sebagai daerah yang makmur dan berkelanjutan. (Rkt2/Adv)