SANGATTA – Antrean panjang kembali mengular di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Jalan Pendidikan, Kecamatan Sangatta Utara. Antrean itu disinyalir kendaraan yang bukan kesehariannya beroperasi di Sangatta, Kutai Timur. Hal itu diutarakan oleh salah satu pengendara sepeda motor bernama Misba (33) yang juga sedang mengantre bahan bakar jenis Pertamax. Antrean panjang didominasi truk.
“Kemungkinan dari luar ini truknya (beroperasi di luar Sangatta). Karena kalaupun beroperasinya di sini (Sangatta) kelihatan bergerak di daerah mana? Ini saja kadang seminggu sekali penuh SPBU oleh mereka,” kata Misba, Senin (25/10/2021).
Meskipun kurang nyaman dengan antrean yang mengular, Misba mengaku tidak berhak melarang apalagi membatasi hak orang lain mengisi BBM. Namun yang perlu diperhatikan, jangan sampai antrean panjang tersebut terlalu memakan separo badan jalan. Karena mengganggu kendaraan lain yang melintas.
“Kalau dibilang terganggu tidak juga. Mungkin karena ini menjadi pemandangan sudah biasa ya di Sangatta. Tidak seperti di kota lain. Jadi biasa saja. Cuma kalau bisa, jangan semuanya badan jalan dijadikan sebagai tempat antrean,” sarannya.
Sebelumnya, salah satu petugas SPBU yang namanya enggan disebutkan membeberkan antrean panjang itu merupakan truk yang akan mengisi BBM jenis solar. Adapun BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan Premium permintaannya normal.
“Kami tidak bisa melarang siapa saja yang mau mengisi bahan bakar. Apakah mobil tersebut dari perusahaan, kami tidak tahu. Karena tugas kami hanya mengisi sesuai dengan permintaaan dengan tetap memperhatikan batas standar,” katanya.
Sementara seorang sopir truk mengakui antrean berlangsung hampir tiap hari, bahkan terkadang ada yang rela bermalam di SPBU demi mendapatkan solar.
“Kelangkan solar ini memang sudah terjadi sejak satu bulan belakangan, kadang kita mengantre panjang stok habis. Giliran dapat tapi dibatasi pembelian solar,” kata Suarjito kepada mediakaltim.com.
Pria berusia 45 tahun itu mengatakan, beberapa SPBU membatasi pembelian maksimal antara Rp 200 hingga Rp 300 ribu per satu kali pengisian.
“Inikan jelas sangat merugikan kita yang kerjaan sehari-harinya membutuhkan BBM solar. Dan perlu diingat yang kami angkut adalah barang yang tentunya berpengaruh pada perekonomian di Kutim,” tutupnya. (ref)