SANGATTA – Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Alue Dohong segera mengambil langkah terkait informasi dugaan adanya pencemaran pencemaran sungai yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan PT Arkara Prathama Energi (APE) yang beroperasi di Desa Rantau Makmur, Kecamatan Rantau Pulung, Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Hal ini ia tegaskan kepada awak media saat dalam kunjungan kerjanya baru-baru ini di Kutim. Ia juga menyebutkan akan memeriksa hasil pengumpulan data dan informasi (Puldasi) yang dilakukan oleh Balai Gakkum Kalimantan dan juga bidang terkait di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menyikapi adanya sanksi administratif yang telah diberikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim terhadap perusahaan, menurutnya sanksi administratif tersebut dapat berdampak pada pencabutan perizinan atau bahkan pidana. Hal tersebut dapat terjadi apabila perusahaan tersebut tidak menjalankan sanksi yang diberikan dan menimbulkan indikasi kerusakan lingkungan parah.
Mengenai adanya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan Nomor SK 1109/MENLHK/SETJEN/PLA.4/10/2023 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Batubara yang dimiliki oleh perusahaan tersebut saat tengah menjalani sanksi administratif paksaan pemerintah atas pelanggaran tertentu yang dilakukan, menurutnya hal itu merupakan dampak dari sanksi administratif yang diberikan oleh DLH Kutim sehingga perusahaan wajib memiliki Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) tersebut.
“Jika dia wajib memperoleh izin lingkungan Amdal atau UKL/UPL, dia harus lakukan, jika tidak melakukan ya berarti melanggar. Sanksinya administratif dulu, dicabut, prosedur izinnya tidak sesuai maka bisa diproses dengan undang-undang lingkungan hidup dan kehutanan. Nah, berarti pengurusan SKKL itu adalah dampak dari sanksi administratif. Merusak lingkungan bisa diproses. Nanti saya cek melalui Kementerian ataupun Balai Gakkum. Saya yakin ditindaklanjuti,” kata Wamen.
Menambahkan, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Mini Farida, yang hadir dalam sesi wawancara mengatakan bahwa jika permasalahan yang timbul telah menjadi permasalahan hukum dan ada indikasi pencemaran maka penanganan hal tersebut berada di Balai Gakkum. Menurutnya untuk menyikapi permasalahan tersebut pihak Gakkum akan melakukan pengumpulan data dan pengambilan sampel.
“Pihak Gakkum akan melakukan pengumpulan data dan pengambilan sampel. Jika indikasinya ada ya berarti ada langkah hukum tentunya,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, PPLHD DLH Kutim, Marlin Sundhu didampingi Kepala DLH Kutim Armin Nazar membenarkan akan penerbitan SKKL PT APE yang didasari atas sanksi yang diberikan oleh DLH Kutim. Menurutnya sanksi tersebut berdampak untuk percepatan proses perizinan perusahaan yang terpending karena adanya perubahan regulasi.
“SKKL terbit setelah sanksi administrasi diberikan. SKKL sama dengan izin lingkungan hanya ganti baju saja. Terbit di Bulan Oktober 2023,”urainya.
Terkait pelaksanaan sanksi administratif oleh perusahaan yang diberikan di bulan Mei 2023 lalu, sepengetahuannya dari 36 item temuan tinggal sekira 6 item yang belum diselesaikan. Dan 6 temuan tersebut menurutnya jika dibagi dalam skala masuk dalam kategori besar.
Marlin juga menyampaikan bahwa dari 36 item temuan DLH tersebut mayoritas merupakan permasalahan administratif.
Pihak DLH Kutim, ungkap Marlin telah menyampaikan adanya potensi pencemaran sungai yang besar dari aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Hal tersebut didasari dekatnya aktivitas pertambangan mereka baik dari Sungai Benua ataupun Sungai Sangatta.
”Sanksi tersebut diberikan untuk mencegah agar pencemaran tidak meluas karena bukaan yang dilakukan oleh perusahaan berpengaruh pada sungai di sekitar. Ada kelalaian tidak melakukan proses perubahan izin terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas pertambangan. Sanksi yang kita berikan di antaranya adalah perubahan penanggung jawab. Kemudian membuat Pertek air limbah dan Rintek pembangunan sementara limbah B3. Dari 6 poin yang belum selesai dari sanksi administratif paksaan pemerintah masuk dalam skala besar, itu izin utama. Untuk perkembangan terkini kami belum pastikan, karena permasalahannya kini ditangani Balai Gakkum,” terangnya.
Sementara itu, KTT PTAPE Akhmad Wasrip saat dikonfirmasi mengenai hal senada melalui ponsel pribadinya pada tanggal 23 Februari 2024, menyampaikan dirinya saat ini tengah cuti. Terkait wawancara yang hendak dilakukan oleh awak media, dirinya menyarankan dilakukan saat selesai cuti dan bertemu di kantor perusahaan. Dan saat dikonfirmasi ulang pada tanggal 26 Februari 2024 terkait kapan bisa ditemui sebagai tindak lanjut atas dikonfirmasi sebelumnya melalui aplikasi WhatsApp hanya dibaca dan tidak direspon.
“Saya masih cuti, nanti selesai cuti ketemu di kantor yang berada di kawasan Perumahan Munthe,” singkatnya.(Rls/Rkt)